Wednesday, December 22, 2010

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia. India, Filipina, bahkan Cina sekalipun sampai hari ini masih berdebat soal bahasa kebangsaan yang akan mereka pakai.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia bukan lahir tercipta begitu saja dan tiba-tiba ada, tidak! Bahasa ini harus melewati serangkaian alur sejarah yang kompleks, njelimet. Bahasa Indonesia terus tergerus di antara bahasa daerah, bahasa gaul, dan bahasa SMS.
Kita tahu, sumber utama bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Lantas, mengapa bukan bahasa Melayu yang dipakai sehari-hari? Sebab, bahasa Melayu adalah bahasa daerah, bukan bahasa pemersatu. Oleh karena itu, ia tidak digunakan.
Bisa dipastikan dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai Pulau Rote sudah banyak orang yang sudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung percakapan sehari-hari, walaupun aksennya masih dialek daerah setempat.
Dalam sejarah keindonesiaan, bahasa Melayu dan bahasa daerah dari berbagai suku di antero nusantara banyak mempengaruhi pertumbuhan bahasa Indonesia. Saat itu, perkumpulan pergerakan pemuda Indonesia mengangkat bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Tujuh belas tahun kemudian, saat Indonesia Merdeka, disebutkan pula dalam UUD 1945: “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36).
Peran dan Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki banyak peran dan fungsi, berikut di antaranya
• Sebagai alat berpikir, bernalar, merasa, berkomunikasi, dan bertindak.
• Sebagai alat untuk mengerti dan memahami suatu hal. Walaupun, sebuah kata tidak serta-merta menunjukkan arti. Misalnya pada kata "bisa" yang berarti sanggup, mampu, boleh, dapat, harus, dan kata "bisa" di lain hal digunakan untuk menunjukkan bisa racun.
• Sebagai alat pendorong terciptanya budaya dan peradaban. Transformasi nilai-nilai kebudayaan disampaikan melalui bahasa.
• Sebagai simbol atau lambang.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mengalami banyak perubahan karena orang menggunakan bahasa campuran dalam berinteraksi. Apalagi, sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pengguna bahasa Inggris pasif. Parahnya, kadang bahasa Inggris serta-merta diterapkan begitu saja tanpa dipikir terlebih dahulu. Contoh kecil, pada saat kita masuk ke mall atau ke pusat-pusat perbelanjaan, di pintu masuk tertulis in lalu di pintu keluar tertulis out. Artinya, "dalam" dan "luar". Padahal, mungkin yang dimaksud adalah ke dalam atau tempat masuk (entry) dan keluar (exit). Memang, sebuah bahasa terkadang tidak menggunakan kaidah yang baik dan benar, tetapi lebih penting di atas semua itu adalah ketika seseorang berkomunikasi, sebuah maksud tercapai atau tidak, itu saja.
Remaja dan Bahasa Gaul Debby Sahertian
Mengapa kalau ada bahasa yang rusak, remaja selalu disalahkan? Bukankah akhirnya iklan juga banyak menggunakan bahasa remaja? Bahasa gaul terkadang dipakai di media massa online, offline, koran, televisi, bahkan media umum. Bahasa gaul (prokem, slengean) juga kerap dituduh sebagai perusak bahasa Indonesia.
Sekitar tahun 2002, artis Debby Sahertian memberanikan diri menerbitkan kamus kecil berisi daftar istilah yang biasa dipakai oleh remaja, biasa juga disebut dengan Kamus Bahasa Gaul, buku tipis ini terjual laris manis.
Apa perlunya sih bahasa gaul dan belajar gaul? Semua bergantung kepada keperluan masing-masing. Seorang pengajar (mentor) mungkin perlu sedikit mengetahui bahasa gaul sebagai selingan untuk mengajak berbicara anak didiknya yang remaja. Sebab, dunia remaja sangat unik, penuh tawa, dan kekonyolan.
Tetapi, bahasa gaul boleh dipelajari asal jangan mirip banci, kebanci-bancian. Tidak dipungkiri kaum banci di Indonesia turut menciptakan tren bahasa, gaya, bahkan acara-acara tv hampir rata-rata memakai tokoh banci. Mengapa? Karena banci dianggap lucu, hina, dan bisa jadi bahan ledekan. Padahal, belum tentu banci atau bencong mau diperlakukan seperti itu.
Apa itu Bahasa SMS?
Era bahasa gaul mungkin akan tergerus oleh revolusi bahasa SMS. Lantaran sudah terlalu sering menulis dengan gaya bahasa SMS, dalam surat elektronik (email) pun kita terbiasa meringkas, memendekkan kalimat, bahkan cenderung mengabaikan tanda baca dan huruf kapital.
Di inbox ponsel sering kita temukan kata atau kalimat seperti Titi DJ (hati-hati di jalan), Titi Kamal (hati-hati karena sudah malam), ternak teri (anter anak istri), Dedi Dores (dengan diiringi doa restu), bahkan lafaz Allah ditulis dengan 4jjj, atau assalamualaikum dengan ass, s4 (sempat), sex (sekali), gpp (gak apa-apa, tidak apa-apa), rmh (rumah), skrg (sekarang), kpn (kapan), blm (belum), mkn (makan), dmn (di mana), mhn (mohon), tlg (tolong), udh (udah-sudah), skt (sakit), mlm (malam), slmt (selamat), kbr (kabar), dan teramat banyak lagi yang belum tersebutkan.
Kepanjangan SMS dalam bahasa Inggris (Short Message Service). Kemudian, ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Surat Menyurat Singkat atau Surat Melalui Selular (SMS). Sebagian orang memang suka menulis singkat-singkat, sebagian lagi malah panjang-panjang. Anehnya, jika ada yang menulis menggunakan huruf kapital dalam SMS berarti bernada marah, padahal belum tentu demikian adanya.
Apa pun bisa terjadi di tengah perkembangan mutakhir bahasa Indonesia. Bahkan, bukan mustahil bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Mengingat struktur dan pembacaan bahasa Indonesia yang sangat sederhana.
Ayo, kita dukung bahasa Indonesia yang baik, santun, dan benar!

Harga dari ketelitian dan kecerobohan

Tabung gas Elpiji masih terus meledak. Korban berjatuhan, selain yang luka dan tewas, yang paling mengenaskan adalah korban yang menjadi cacat tubuh. Korban cacat tubuh akan mengalami trauma panjang dalam hidupnya.

Sudah banyak opini dan ulasan soal tebung elpiji ini. Berbagai argumentasi dan penjelasan sudah dierikan. Sosialisasi penggunaannya terus dilakukan. Semua untuk menekan kecelakaan dan mengurangi korban ledakan tabung gas elpiji.

Sebagai konsumen elpiji, saya juga was-was, jangan-jangan tabung elpiji di rumah saya juga bermasalah. Koran hari Senin (09/08) memuat berita ledakan tabung elpiji di rumah artis Jupe. Menurut harian Surya, tabung 12 kg di dapur Jupe meledak setelah dipakai memasak selama hampir 2 jam. Kronologis kejadian ledakan di rumah Jupe itu harus diklarifikasi agar persoalan ledakan bisa difahami secara jelas. Karena agak menyimpang dari kasus ledakan gas selama ini.

Menurut informasi yang saya dapat, kelemahan tabung elpiji 3 kg terutama disebabkan oleh selang bocor dan regulator bocor. Konon ada pemakai, karena mau lebih murah, menggunakan selang air untuk penghubung tabung elpiji dengan kompor. Beberapa fakta ditemukan bahwa tabung juga ada yang bocor.

Dengan kata lain, produk elpiji yang beredar di masyarakat kualitasnya rendah, presisi peralatan tidak baik, mudah bocor dan kemudian menimbulkan ledakan. Rendahnya kualitas produk elpiji inilah, setidaknya menurut saya, yang menjadi biang kerok utama penyebab ledakan. Disamping itu, sosialisasi penggunaan tabung elpiji yang juga rendah kualitasnya, menambah persoalan menjadi semakin parah.

Produk berkualitas rendah dan beredar di masyarakat, bukan hal yang baru bagi kita. Di sekeliling kita banyak produk yang berkualitas rendah yang digunakan. Tidak hanya tabung elpiji, obeng, peralatan dapur, peralatan sehari-hari kita banyak sekali produk kualitas rendah. Pengendalian mutu di industri manufaktur kita sangat lemah.

Saya jadi teringat kuliah dari Direktur United Nations Center for Regional Development (UNCRD) tahun 2001 lalu. Ketika itu Direktur UNCRD sedang menyampaikan kuliah tentang budaya Jepang. (Saya mengikuti kuliah ini pada waktu training di UNCRD Nagoya, di Jepang tahun 2001). Direktur UNCRD menjelaskan bahwa kualitas sangat diperhatikan dalam masyarakat Jepang. Kualitas dalam banyak hal menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan.

Direktur UNCRD pada saat itu (saya lupa namanya) menceritakan pengalamannya ketika berada di salah satu negara Asean. Dia membeli extention cord, untuk menambah panjang kabel peralatan listrik yang akan digunakan. Tetapi extention cord itu tidak dapat digunakan karena perlatan listrik miliknya tidak dapat disambungkan ke extention cord. Dicobanya dengan membeli baru, sampai ada beberapa yang dibeli, tapi semua tidak cocok. Ada yang lobangnya kebesaran, ada yang jarak satu lobang dengan lainnya tidak standar.

Dari pengalaman itu sang Direktur mengatakan, bahwa hal tersebut adalah akibat rendahnya pengawasan baku mutu (quality control) terhadap produk manufaktur. Sayangnya produk kualitas rendah tidak terlalu dipermasalahkan oleh masyarakat. Meski kualitas tidak baik, masyarakat tetap menggunakan produk kualitas rendah walaupun di kemudian hari harus membayar lebih mahal akibat kecelakaan atau barang yang gampang rusak.

Kembali ke soal tabung elpiji 3 kg. Pelaksanaan yang terburu-buru menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas. Target untuk segera melaksanakan konversi minyak tanah, akhirnya pembuatan tabung menganut “sitim borongan”, yang biasanya quality controlnya sangat lemah. Sosialisasi juga dilakukan dengan sistim borongan. Yang penting out-put tercapai, persoalan out-come nya seperti apa, menjadi urusan kemudian.

Belajar dari kasus elpiji 3 kg, sudah semestinyalah kita mengutamakan ketelitian, termasuk dalam melaksanakan pengawasan baku mutu produk-produk manufaktur. Untuk mendapatkan ketelitian dan akurasi yang baik, memang ada harga yang harus dibayar. Ongkos produksi akan meningkat. Sebaliknya bila selalu membiarkan kecerobohan dan produk berkualitas rendah, harga produksi bisa ditekan, tapi ongkos akibat kecerobohan dibelakang hari jauh lebih besar. Apalagi kalau sampai jatuh korban yang tidak mengerti apa-apa.

Pengawasan baku mutu juga harus dilakukan dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Supaya harga kecelakaan akibat kecerobohan kita bisa dikurangi. Masyarakat harus dimampukan untuk ikut melaksanakan pengawasan kualitas barang dan jasa. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pengawasan itu, pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kemampuan masyarakat.

Kebakaran hutan

Dampak Kebakaran Hutan

Di beberapa daerah tanah air Kebakaran Hutan seolah menjadi salah satu macam dari bencana alam yang meresahkan masyarakat. Kenapa dikatakan bencana alam? Sebab sepertinya kita telah menganggap musibah ini terjadi sebagai suatu bentuk rutinitas di daerah tertentu. Sebutlah Riau, dengan luas hutan yang dahulunya cukup diperhitungkan, lambat laun karena musibah ini terjadi secara terus menerus, alhasil luas hutan di Riau semakin berkurang.

Di Indonesia sebenarnya akan lebih tepat jika kebakaran hutan bukan dikatakan sebagai kebakaran. Sebab kesan maknanya seolah tidak disengaja. Fakta yang kerap terjadi di lapangan adalah proses kebakaran hutan itu nyata-nyata dilakukan secara sengaja oleh pihak tertentu. Oleh sebab itu lebih layak dikatakan bencana pembakaran hutan bukan?

Bencana pembakaran hutan ini akan berdampak serius pada kondisi kesehatan udara daerah bersangkutan. Pekanbaru misalnya sebagai ibu kota Propinsi Riau merupakan kawasan yang sangat rawan terkena dampak pencemaran asap akibat pembakaran hutan. Di kawasan lain yang masih memiliki kawasan hutan yang cukup luas seperti Kalimantan, bencana ini pun kerap terjadi.

Tak hanya meresahkan masyarakat dalam negeri, negara jiran pun turut merasakan dampak dari bencana ini. Singapura dan Malaysia merupakan negara yang sangat sering menerima produk ekspor asap kita.

Bencana kebakaran hutan akan memberikan banyak pengaruh buruk pada masyarakat setempat. Selain memperburuk kesehatan, keberadaan kabut asap juga akan mengganggu sistem penerbangan bandara daerah terkait. Akibatnya tak jarang jadwal penerbangan ditunda atau bahkan dibatalkan karena gangguan asap tadi.


Penyebab Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun di berbagai kawasan di tanah air sebenarnya tak lain disebabkan oleh ulah manusia-manusia Indonesia itu sendiri. Kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan menyebabkan sebagian masyarakat kita ceroboh dalam menjaga kelestarian kekayaan alam yang dititipkan Tuhan untuk kesejehteraan manusia itu sendiri.

Di Amerika, kejadian kebakaran hutan hanya berlangsung selama puluhan tahun sekali, itu pun terjadi diakibatkan faktor alam. Misalnya angin atau pun cuaca. Cuaca yang cukup panas akan menyulut proses oksidasi reranting pohon kering yang saling bergesekan. Akibat gesekan ini muncul percikan api, dan terjadilah kebakaran tersebut.

Adapun beberapa hal penyebab terjadi kebakaran hutan yang fatal di tanah air hingga berdampak pada musibah asap diantaranya disebabkan oleh hal-hal berikut:


1. Pembukaan area perkebunan

Salah satu hal yang menjadi faktor kebakaran hutan di tanah air adalah pembukaan kawasan hutan yang ditujukan untuk area perkebunan. Di Riau biasanya pembakaran hutan dilakukan untuk membuka kawasan perkebunan kelapa sawit. Pembakaran hutan ini biasanya dilakukan saat musim kemarau oleh perusahaan tertentu dan berlangsung cukup lama.

Proses kerja yang tidak profesional menyebabkan jumlah asap yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak dapat dikendalikan. Tidak adanya sikap tegas dari pemerintah untuk mengantisipasi hal ini menyebabkan kondisi ini terus terjadi setiap tahun dan berlarut-larut. Bahkan lagi-lagi terkadang kita latah menyebut bencana ini sebagai musim, musim asap yang mengiringi musim kemarau.


2. Kecerobohan warga

Musim kemarau adalah kesempatan bakar-bakar, begitu mungkin pemikiran sebagian penduduk yang terbiasa membersihkan lahan mereka dengan cara membakar. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang seorang saja, bahkan terjadi dalam jumlah yang besar. Akibatnya, berkumpullah asap hasil pembakaran hutan yang dilakukan oleh perusahaan untuk pembukaan kawasan perkebunan dengan asap hasil kecerobohan masyarakat.

Akumulasi asap ini sulit untuk dihentikan sebab musim kemarau yang sedang terjadi. Dan pemerintah pun barulah sibuk menanganinya dengan proses pembuatan hujan buatan. Sebenarnya akan lebih bijak jika kita mengantisipasi musibah ini ketimbang mengobati kondisi tersebut. Perlu ada upaya tegas dari pemerintah untuk mengatasi sikap-sikap tak bertanggung jawab warganya.

Kenaikan Harga Sembako

Kenaikan harga sembako sulit dibendung
18 Jul 2010

* Headline
* Pos Kota

Pedagang keluhkan bawang putih China

JAKARTA (Pos Kota) - Kenaikan harga-harga sembako yang sering terjadi, karena pemerintah tidak punya program untuk kedaulatanpangan dengan kemampuan sendiri. Pemerintah hanya punya program ketahanan pangan, meski harus dengan banyak impor.

Hal itu dikatakan oleh pengamat ekonomi Hendri Saparini dalam diskusi di Cafe Warung Daun, Cikini, Sabtu, 17/7. "Seharusnya pemerintah mempunyai jalan keluar dengan program kedaulatan pangan yang mengandalkan kekuatan sendiri. Tapi, pemerintah kan selalu menekankan ketahanan pangan dan tidak malu-malu walau harus impor pangan besar-besaran," kata Hendri.

Menurutnya, urusan pangan itu sangat strategis dan sangat vital, jadi harus menjadi program utama untuk kemandirian dan tidak mengandalkan impor. Pemerintah harus memikirkan swasembada, bukan hanya beras, tetapi juga aneka pangan lainnya. "Kita bayangkan, kalau misalnya sumber-sumber pangan luar negeriitu ternyata juga terjadi kegagalan panen, bagaimana kebutuhan di negeri ini," katanya.

Ia mengaku pernah satu meja dengan Menteri Perda-ganan Marie Elka Pangestu dalam sebuah diskusi dan mempertanyakan, kenapa bawang putih harus impor 80% dari China. Ternyata jawaban Mendag, karena bawang putih China kualitasnya bagus. "Waduh, saya heran dengan jawaban Bu Menteri, saya tanya lagi, kenapa pemerintah tidak menanam bawang putih yang bagus pula," tambah Hendri Saparini.

LEBIH SEDAP

Menanggapi kasus seperti itu, Ngadiran, pedagang pasar yang ikut menjadi pembicara menyatakan, sebenarnya bawang putih Indonesia tidak kalah dari Chi-na. Soal bentuknya, bawang Indonesia memang lebih kecil, tetapi soal cita rasa, jauh Iebih sedap.

"Jangan salah, bumbu itu kan dicari sedapnya bukan besarnya. Kalau selama ini terus menerus ada impor bawang putih dalam jumlah besar, pasti ada apa-apanya," ujarnya.

Ngadiran juga menantang pemerintah, kalau memang terjadi kesulitan distribusi, para pedagang pasar siap membantu. "Kalau ada upaya pihak tertentu untuk mengganggu distribusi, kami siap membantunya," katanya.

Anggota DPR dari Komisi VI Abdurahman Abdullah sepakat bahwa Indonesia perlu kedaulatan pangan. "Kedaultan pangan harus diupayakan, tapi tidak harus langsung menyetop impor guna memenuhi kebutuhan pangan kita," katanya, (wi-noto/st/r)